8 Juli 2020

Norwegian Wood--Haruki Murakami

Sumber: Dokumen Pribadi
Judul: Norwegian Wood (Noruwei no Mori)
Penulis: Haruki Murakami
Penerbit:Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Cetakan ketigabelas, Januari 2020
Sipnosis:
"Kebenaran seperti apa pun, tidak mungkin bisa menyembuhkan kepediahn seseorang yang ditinggal mati kekasihnya. Kebenaran seperti apa pun, ketulusan seperti apa pun, kekuatan seperti apa pun, kelembutan seperti apa pun, tidak bisa menyembuhkan kepedihan itu. Kita hanya bisa merasakan kepedihan itu sedalam-dalamnya, dan dari situ kita mempelajari sesuatu dan sesuatu yang kita pelajari itu pun menjadi percuma di saat kita menghadapi kesedihan yang sekonyong-konyong muncul. 

KETIKA IA MENDENGAR "Norwegian Wood" karya The Beatles, Toru Watanabe terkenang Naoko, gadis cinta pertamanya, yang kebetulan juga kekasih mendiang sahabat karibnya, Kizuki. Serta-merta ia merasa terlempar ke masa-masa kuliah di Tokyo, hampir dua puluh tahun silam, terhanyut dalam dunia pertemanan yang serba pelik, seks bebas, nafsu-nafsi, dan rasa hampa hingga ke masa seorang gadis badung, Midori, memasuki kehidupannya, sehingga ia harus memilih antara masa depan dan masa silam.

__________________________________________________________________________________________


Yap. Judulnya diambil dari salah satu lagu The Beatles, Norwegian Wood. Novel ini kuhabiskan selama beberapa hari, dan selama beberapa hari itu rasa pedih dan hampa ikut meresap ke dalam pikiranku. Saat bangun pagi untuk makan sahur, kepala nyut-nyutan krn terbayang kelanjutan deritanya.


Sulit sekali rasanya menjadi Watanabe yang terjebak di masa lalu. Setengah jiwanya terbawa oleh kematian sahabatnya—Kizuki dan setengahnya lagi terbawa oleh kematian kekasih alm. sahabatnya yang juga merupakan gadis cinta pertamanya—Naoko.


Novel ini menceritakan Watanabe yang terlempar kembali pada masa-masa kuliahnya di Tokyo. Kehidupan remaja dengan berbagai karakter tokoh pendukung yang masing-masing memiliki konflik yg juga rumit. Kematian, ya kematian. Beberapa tokoh memilih untuk mengakhiri konfliknya dengan kematian. Rasanya memang tidak lepas dari budaya harakiri Jepang.


Ndak usahlah ya kutuliskan bagaimana ceritanya. Aku cuma mau berbagi pengalaman pertama kali membaca karya Murakami. Seperti biasa saat membaca novel yg selalu menarik perhatianku adalah penokohannya. Watanabe yg ku kenal adalah seorang pendengar yg sedikit bicara, meskipun banyak hal yang berputar di kepalanya. Rasa-rasanya bagaimana cara ia merespon cerita org lain—padahal ia bingung bagaimana harus meresponnya, ingin kuterapkan juga. Sedikit bicara tapi orang yg dekat dengannya tetap senang bercerita. Entahlah, menurutku warna dalam diri Watanabe gelap sekali. 
Begitupula Midori. Hei Midori, I ♡ your 'wierd' characters. Bisakah aku seperti Midori, punya keberanian untuk menyampaikan perasaannya pada Watanabe, meskipun tau bahwa Watanabe tidak pernah lepas dari bayang-bayang perempuan yang menurutnya istri orang itu— ≧∇≦
Gamau ah, takut huhu~


Oh ya, rasa hampa pada jiwa Watanabe mengingatkanku dengan tokoh utama di novel Darah Muda. Rasanya senang dengan penceritaan dengan sudut pandang tokoh laki-laki. Ada berbagai jenis emosi yang rasanya baru terjamah olehku.


Kebenaran seperti apapun, tidak mungkin bisa menyembuhkan kepedihan seseorang yang ditinggal mati kekasihnya—Toru Watanabe.


(Based on my point of view)


Yay, nanti mau coba baca karya Murakami yang lainnya ðŸŒ¼

0 Comments: