14 Desember 2021

Seni Mencintai - Erich Fromm


Hajat saya membaca buku ini adalah untuk mencari dan memahami apa itu cinta. Belum puas memahami relasi love-relationship-seks. Meski tak acuh, kadang pernah terpikir, sepertinya hidup ini butuh teman. Sebelum sampai kesana, saya harus paham tetek bengeknya.

Paradoks dalam cinta: dua insan menjadi satu, tetapi tetap dua.
Cinta yang dewasa adalah penyatuan dan menjaga keutuhan diri, individualitas diri. Cinta menghilangkan rasa asing dan terpisah antara manusia dengan sesamanya. Namun, tetap membiarkan kita menjadi diri sendiri, mempertahankan keutuhan diri. Cinta berarti peduli bahwa insan harus tumbuh dan berkembang sebagai pribadinya sendiri. Noted.

Jika cinta berusaha untuk mengubah, memaksakan menjadi sesuatu yang jelas bukan dirimu, is it still called love?
Lebih universal, jika cinta hanya diberikan untuk satu orang, lalu menjadikannya tidak peduli dengan orang lain, maka itu bukalah cinta. Hanya keterikatan simbiotik, atau egotisme meluas.
"Cinta adalah tindakan. Jika aku mencintai, aku berada dalam keadaan peduli secara aktif kepada orang yang kucintai, tetapi bukan hanya kepadanya".

Teringat penggalan lirik milik grup musik indie kecintaan saya, "Bagilah cinta yang banyak, maka benar kau manusia kuat".

Catatan penting:
Jangan memulai cinta yang berawal dari ketertarikan secara seksual (2018:79). Intimasi dulu, baru seks! Tindakan seksual tanpa cinta tidak akan pernah menjembatani jarak antara dua manusia, kecuali sementara saja.

Temuan di buku ini yang membuat saya kembali berpikir: cinta keibuan.
Cinta keibuan adalah cinta tanpa syarat. Ujian terbesarnya menanggung perpisahan—bahkan tetap mencintai setelah perpisahan itu.

Dalam cinta erotis, dua orang terpisah menjadi satu. Sementara, cinta keibuan, dua orang bersatu lalu memisah. Dalam konteks anak yang berada dalam kandungan sampai ia tumbuh dan keluar dari rahim ibu, dari dada ibu; hingga akhirnya menjadi manusia mandiri sepenuhnya.

Saya membayangkan betapa sulitnya mencintai dalam keadaan keterpisahan—setelah anak berkembang dan mandiri. Cinta ibu dan anak adalah bentuk cinta yang tidak setara, salah satu pembeda antara cinta keibuan dengan cinta yang lainnya, mungkin.

Beberapa kutipan dari buku:

Cinta kekanak-kanakan menganut prinsip, "Aku mencintaimu karena aku dicintai"
Cinta yang dewasa menganut prinsip, "Aku dicintai karena aku mencintai"
Cinta tidak dewasa berkata, "Aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu"
Cinta yang dewasa berkata, "Aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu"
-
Cinta bukan tempat beristirahat. Cinta bergerak, bertumbuh, dan bekerja bersama. Cinta membawa kita menyatu dengan pasangan dengan jalan menyatu dengan diri sendiri, bukan lari dari diri sendiri. 
-
Cinta keibuan adalah cinta tanpa syarat
Ibu mencintai bayi yang baru lahir karena dia adalah anaknya, bukan karena anak itu memenuhi syarat-syarat apapun, atau memenuhi harapan-harapan tertentu.
-
Cinta kebapakan adalah cinta bersyarat
Dalam kodrat cinta kebapakan, kepatuhan adalah kebijakan utama, sedangkan ketidakpatuhan merupakan dosa utama. Prinsipnya, "Aku mencintaimu karena kau memenuhi harapanku, kau melaksanakan kewajibanmu, karena kau mirip aku".
-
Jenis gangguan neuritik dalam cinta, diakibatkan oleh situasi orang tua yang berbeda. Seperti tidak mencintai satu sama lain, tapi menahan untuk tidak menunjukkan tanda-tanda ketidakpuasan. Keterasingan ini menyebabkan hilangnya spontanitas dalam hubungannya dengan anak.

Yang dirasakan gadis kecil adalah atmosfir "kesempurnaan", tapi atmosfir yang tidak pernah mengizinkan kontak akrab dengan ayah maupun ibu. Hal ini menjadikan anak perempuan bingung dan takut. Dia tidak yakin dengan yang orang tuanya rasakan. Selalu ada unsur tak terpahami dan misterius. Akibatnya, anak perempuan menarik diri dalam dunianya sendiri, melamun, asing, dan tetap bersikap seperti itu dalam hubungan cintanya saat dewasa. 


Tulisan ini pernah diunggah di: https://www.instagram.com/p/CXYAiVThG03hZC1K6McQruiUs_DwviEVixOczM0/