22 September 2020

HAKIKAT WACANA BAHASA INDONESIA

 PENGERTIAN WACANA MENURUT BEBERAPA AHLI

Anton Moeliono (1995: 407): Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna serasi diantara kalimat itu.

Carlson (1983: xiii-xiv): Wacana adalah rentangan ujaran yang berkesinambungan (urutan kalimat-kalimat individual). Wacana tidak hanya terdiri dari untaian ujaran atau kalimat yang secara gramatikal tersusun secara rapi.

Cook (1989): “This letter kinds of language-language in use, for communications is called discourse”. Wacana adalah suatu pengunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.

Deese (1984: 72): Wacana adalah seperangkat proposisi yag saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.

Edmundson (1981: 4): Wacana adalah peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik atau yang lainnya.

Halliday dan Hasan (1979: 3): Wacana adalah suatu kesatuan semantic dan bukan kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan karena bentuknya (morfem, kata, klausa atau kalimat) tapi kesatuan arti).

Harimurti Kridalaksana (1984): Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dalam hierariki tatabahasa dan merupakan satuan tatabahasa yang tertinggi atau terbesar.

Henry Guntur Tarigan: Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis.

Hoed (1994): Wacana adalah bangun teoritis abstrak yang maknanya dikaji dalam kaitannya dengan konteks dan situasi komunikasinya.

Hymnes (1974): Wacana adalah bahasa di atas kalimat atau di atas klausa.

Stubbs (1983: 10): Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa.

Syamsudin (1992: 5): Wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure segmental maupun nonsegmental.

Vandijk (1977: 3): Wacana adalah bangun teoritis yang abstrak (The abstract theoretical constract)

Webster’s Third New International Dictionary (1968: 647): Discourse is applicable to well formulled or coherently arranged serious and systematic treatment of a subject in writing or speaking.

Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Wacana sebagai rentetan kalimat yang berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis.

Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenai wacana, menurutnya; wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.

Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata. Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian, apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.


 

 

SEJARAH SINGKAT KAJIAN WACANA

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis wacana.

Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.

 

PERSYARATAN TERBENTUKNYA WACANA

Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).

Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang diungkapkan.

 


HAKIKAT DAN KEDUDUKAN WACANA DALAM LINGUISTIK

A.    Hakikat Wacana

1.      Pengertian Wacana

Menurut Chaer (2007:265) menyebutkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hirarki bahasa merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana sebagai satuan gramatikal yang lengkap, harus terdapat konsep, gagasan, pikiran, dan ide yang utuh, yang akan dipahami oleh pembaca dalam bentuk wacana lisan dan oleh pendengar dalam bentuk wacana lisan.

Pengertian lain mengenai wacana adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang terdiri dari wacana lisan dan wacana tulis jika dilihat dari bentuk bahasa yang digunakan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah serangkaian satuan gramatikal yang tersusun secara utuh dan membentuk suatu kesatuan unsur-unsur yang padu. Kedudukan wacana dalam tatanan kebahasaan (linguistik formalistik) menurut David Nunan dilihat dari susunan susunan komponen kebahasaan adalah sebagai berikut. 

Wacana menjadi bagian hirarki kebahasaan yang terbesar karena mencakup beberapa unsur kebahasaan, yaitu fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan paragraf. Kumpulan beberapa fonem akan menjadi morfem, selanjutnya kumpulan dari beberapa morfem membentuk sebuah kata, gabungan dari dua kata atau lebih menjadi frase kemudian menjadi sebuah klausa, klausa membentuk sebuah kalimat dan kumpulan beberapa kalimat akan membentuk sebuah wacana. Hal tersebut berdasarkan urutan secara teoritis. Namun, sebuah wacana dapat terdiri dari beberapa unsurnya saja.

 

2.      Ciri-Ciri Wacana

Beberapa ciri-ciri wacana, sbb:

·         Terdiri dari satuan gramatikal

·         Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap

·         Untaian kalimat-kalimat

·         Memiliki hubungan preposisi (kata depan)

·         Memiliki hubungan koherensi

·         Memiliki hubungan kohesi

·         Medium bisa lisan maupun tulis.

 

3.      Jenis-Jenis Wacana

Pembagian jenis-jenis wacana didasarkan pada sudut pandang ide, gagasan, isi, maupun bentuk kebahasaan yang digunakan dalam sebuah wacana. Pembagian jenis wacana, sbb:

a.       Pembagian wacana dilihat dari bentuknya dibedakan menjadi wacana lisan dan wacana tertulis. Wacana lisan adalah wacana yang bentuk penyampaiannya menggunakan media lisan atau ujaran, seperti membaca atau berbicara. Sedangkan wacana tulis adalah wacana yang media penyampaiannya menggunakan media tulisan.

b.      Pembagian wacana berdasarkan penggunaan bahasanya dibedakan menjadi wacana prosa dan wacana puisi. Wacana prosa adalah wacana yang terdiri dari uraian-uraian ide, gagasan atau pikiran yang mengandung sebuah tujuan penyampaian. Wacana prosa berdasarkan tujuan penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana argumentasi, yaitu uraian yang mengemukakan pendapat mengenai topik, masalah maupun gagasan kepada pembaca. Wacana narasi adalah serangkaian uraian yang bersifat menceritakan suatu topik atau hal dengan memperhatikan kronologis atau urutan peristiwa. Wacana deskripsi adalah uraian yang bersifat menggambarkan dengan detail suatu obyek ataupun hal-hal tertentu dengan detail. Wacana eksposisi adalah wacana yang bersifat memaparkan topik atau fakta. Wacana persuasif adalah wacana yang berbentuk uraian mengenai pendapat, ide, ataupun gagasan yang bertujuan untuk mempengaruhi orang lain.

c.       Wacana puisi adalah wacana yang dalam penyampaian isi menggunakan bahasa-bahasa yang bersifat puitik dengan memperhatikan pemilihan kata dan gaya bahasa (Chaer, 2007:272-273).

d.      Pembagian wacana berdasarkan bingkai atau maksud dibedakan menjadi dua macam yaitu wacana endoforik dan wacana eksoforik, wacana endoforik adalah wacana yang mengacu pada hal-hal di dalam wacana itu sendiri. Sedangkan wacana eksoforik adalah wacana yang mengacu pada hal-hal di luar wacana.

 

4.      Fungsi Wacana

Fungsi wacana yang utama adalah untuk menyampaikan informasi kepada pembaca maupun pendengar. Fungsi wacana dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu secara transaksional dan intruksional. Secara transaksional adalah bahwa sebuah wacana adalah uraian yang tersusun dari satuan gramatika yang berfungsi untuk menyampaikan informasi berupa ide, gagasan, maupun menguraikan sebuah topik permasalahan. Sedangkan secara intruksional adalah bahwa wacana berfungsi untuk memberikan penjelasan mengenai ide atau gagasan yang disampaikan kepada pembaca ataupun pendengar. Fungsi intruksional memberikan petunjuk atau arahan kepada pembaca atau pendengar, fungsi ini diimplementasikan pada jenis wacana persuasive.

 

B.     Kedudukan Wacana

1.      Analisis Wacana dengan Fonologi

Hubungan antara fonologi dan wacana:

a.       Fonologi maupun wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya, hanya saja perbedaannya adalah fonologi mengkaji struktur bahasa (khususnya bunyi bahasa) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Fonologi merupakan tataran terkecil dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori tentang bunyi-bunyi bahasa sangat diperlukan sebab Fonologi merupakan dasar dari ilmu bahasa lainnya.

b.      Fonologi dan Wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam bentuk lisan, hanya saja yang membedakan adalah fonologi tidak mengkaji bahasa dalam bentuk tulisan sebab yang menjadi objeknya hanyalah bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia, sedangkan wacana mengkaji naskah-naskah yang berbentuk tulisan.

 

2.      Analisis Wacana dengan Morfologi

Hubungan antara morfologi dan wacana:

a.       Morfologi dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja, sama dengan Fonologi, morfologi juga mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan kata) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Morfologi merupakan tataran terkecil kedua dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori tentang pembentukan kata sangat dibutuhkan sebab Wacana yang berbentuk naskah itu terbentuk dari susunan kata demi kata yang memiliki makna.

b.      Morfologi yang mempelajari seluk beluk pembentukan kata sangat berhubungan dengan Wacana karena dalam Wacana harus tepat dalam memilih kata-kata sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan oleh Wacana tersebut.

 

3.      Analisis Wacana dengan Sintaksis

Hubungan antara sintaksis dan wacana:

a.       Sintaksis dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja, sama dengan Fonologi dan morfologi, Sintaksis juga mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan kalimat) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Sintaksis merupakan tataran terkecil ketiga dalam Wacana.

b.      Sintaksis yang mempelajari seluk beluk pembentukan kalimat sangat berhubungan dengan Wacana karena dalam mengkaji wacana, teori tentang pembentukan kalimat sangat dibutuhkan. Sebuah Wacana dapat dikatakan baik apabila hubungan antara kalimat-kalimatnya kohesi dan koheren.

 

4.      Analisis Wacana dengan Semantik

Hubungannya dengan Wacana adalah baik Semantik maupun Wacana sama-sama mengkaji makna bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja perbedaannya adalah Semantik mengkaji makna leksikal bahasa (makna lingistik), sedangkan Wacana mengkaji makna kontekstual atau implikatur dari ujaran-ujaran atau teks-teks.

 

5.      Analisis Wacana dengan Pragmatik

Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Hubungan antara Pragmatik dan Wacana adalah sama-sama mengkaji makna bahasa yang ditimbulkan oleh konteks.

 

6.      Analisis Wacana dengan Folologi

Filologi adalah bahasa, kebudayaan, dan sejarah bangsa yang terekam dalam bahan tertulis seperti peninggalan naskah kuno linguistik, sejarah dan kebudayaan. Hubungan Wacana dengan Filologi adalah: Filologi dan wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam bentuk teks atau naskah. Perbedaan keduanya terletak pada tema atau topik teks atau naskah tersebut. Filologi mengangkat topik yang khusus membahas tentang sejarah sedangkan Wacana mengangkat topik yang lebih umum dari segala aspek sosial kehidupan bermasyarakat.

 

7.      Analisis Wacana dengan Semiotika

Semiotika adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa yang ditimbulkan dari tanda-tanda bahasa. Hubungannya dengan wacana adalah, baik wacana maupun semiotika sama-sama mengkaji tentang makna bahasa. Hanya saja, semiotika mengkaji makna bahasa berdasarkan ikon, symbol ataupun indeks sedangkan wacana mengkaji makna tuturan maupun ujaran-ujaran yang dihasilkan oleh masyarakat tutur.

 

8.      Analisis Wacana dengan Psikolinguistik

Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai bagaimana penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia (levelt, 1975). Dari defenisi ini, terlihat ada dua aspek yang berbeda, yaitu pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang, terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua adalah penggunaan yang artinya penggunaan bahasa oleh orang tua normal.

Hubungannya dengan Wacana adalah dalam penyususnan wacana, topik atau tema yang diangkat ataupun ujaran-ujaran yang dihasilkan berdasarkan kondisi Psikis manusia. Kondisi Psikis ini merupakan salah satu konteks yang dapat mendukung peneliti dalam memaknai suatu ujaran.

 

9.      Analisis Wacana dengan Sosiolinguistik

Wijana (2006:7) menjelasklan bahwa sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial.

Hubungannya dengan wacana adalah baik wacana maupun sosiolinguistik sama-sama menitiberatkan bahasa dalam sebuah konteks. Perbedaannya adalah wacana mengkaji ujaran (bahasa) yang dihasilkan oleh masyarakat sedangkan sosiolinguistik menitiberatkan pada masyarakat pengguna bahasa.





CONTOH KEDUDUKAN WACANA

 

Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana: Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatika (memiliki hubungan gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi).

 

1.      Hubungan Gramatikal

Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa:

a.       Unsur yang berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar, seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.

b.      Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah melulu, yang benar rupanya yang terbawa arus.

c.       Kesejajaran antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu mujur.

d.      Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.

e.       Kohesi leksikal, dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.

f.       Konjungsi, merupakan unsur yang menghubungkan konjoin (klausa/kalimat) di dalam wacana.

 

2.      Hubungan Semantik

Hubungan semantik merupakan hubungan antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan antarproposisi dapat berupa hubungan antar klausa yang dapat ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan logika semantik. Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik konjungsi yang berupa:

a.       Ekspansi (perluasan), yang meliputi elaborasi, penjelasan/penambahan.

b.      Proyeksi, berupa ujaran dan gagasan.