6 April 2020

LAUT BERCERITA (BUKAN NOVEL LEILA S. CHUDORI)

Saya rasa banyak hal yg tidak diajarkan, juga banyaknya larangan. Saya tumbuh dan berlayar pada penangkaran ikan ikan laut. Tenggelam karena ketidakpahaman dan melewati masa tercabik luka. Saksi luka tak meninggalkan darah, sebab bersih disapu air laut.

Waktu demi waktu, saya memahami nada gerak air dalam lautan.
Melihat ke atas, ada dunia dan kehidupan yang begitu luas di sana. Melihat lebih dalam, ada begitu banyak keindahan yang belum mampu saya jamah. Hidup pada batas penangkaran tak lantas membentuk seorang penurut.

Pura-pura menurut, iya.

Salah kah memelihara ego?
Dipikir mudahkah meluluhkan hati yg telah membentuk sendiri arahnya selama bertahun-tahun?

Saya sampai bingung, tujuan hidup ini apa? (ya, tentu saja karena begitu banyak larangan). Kadang bertanya-tanya, sesungguhnya saya ini hidup pada zaman apa.

Setelah berjalan terseok, senantiasa memendam protes, tangis, dan amarah seorang diri, lalu tiba-tiba Cahaya itu datang dengan kilaunya, "Apa-apaan seperti itu?!"

Hai, Cahaya. Harusnya saya yang bertanya, "Apa yg kau lakukan?!". Kau memang menyinari, tapi kau bahkan tidak pernah mengenali siapa Saya.

Oh, ya. Tentang larangan. Rasanya, semakin ia menggunung maka semakin besar hasrat saya untuk segera bisa berdiri di atas kaki sendiri.