4 November 2019

Buluh Sedarah


Selamat Membaca  ^^
(Sila meninggalkan saran dan kritik di kolom komentar)

Sumber: Google

Buluh Sedarah

           Konon katanya pulau kami ini dijaga oleh naga yang sedang tidur panjang, mengelilingi pulau ini seperti cincin. Di bagian Selatan kami hidup bersama orang-orang dari suku Hakka yang pindah dari Guangdong. Kedatangan mereka lebih awal dari orang-orang ras kami, untuk merasakan hidup lebih baik. sejak tiga abad silam kami bersama ras mata sipit itu dengan sepenuh hati memajukan pulau ini.
            Kau tau, sekarang sedang berselimut duka karena kabar kepala kampung kami yang tiba-tiba mati. Bulak bagai muntah tiada henti keluar dari sungut orang-orang suku Lom, menciptakan berbagai cerita tentang mayat kepala kampung yang dibawa pulang oleh sekumpulan krasalong. Bukan hanya itu, kepala suku dipulangkan tidak lengkap dengan hatinya. Apakah ada seseorang yang memberi perintah kepada  mereka? Tapi bukannya mereka itu tuli?
            “Jang, Bujang. Pergilah antar kepala suku ke kubor. Jangan lupa malam datang takziah ke rumah duka” sore itu Mak mengingatkan Bujang yang sibuk menyanyam dulang permintaan Miak. Sudah pasti ia tidak akan pergi sebelum menyelesaikan tugas dari Miak dan tidak mungkin juga mengingkari permintaan Mak. Semua masyarakat lokal sangat menjunjung tinggi adat kebudayaan nenek moyang mereka. Tidak ada satupun ritual peninggalan nenek moyang yang mereka tinggalkan.
            Sudah terhitung satu minggu sejak kematian tragis kepala kampung, kampung ini jadi sepi dari aktivitas malam. Semua penduduk percaya bahwa arwah kepala kampung masih berkeliaran disekitar, kecuali Miak. Heran juga ia dengan Mak yang setiap hari sembahyang menyembah Tuhan tapi masih takut dengan setan. Ia sendiri mana sudi percaya pada hal tidak masuk akal seperti itu. Menurutnya, setelah menempuh kematian maka orang-orang itu akan hidup jauh lebih merdeka di alam pikirnya masing-masing.
***
            “Mak, buatkanlah acara kecil-kecilan untuk merayakan pernikahanku dan Bujang. Tidak usah membuat perayaan yang berlebihan karena kita tidak punya banyak uang,” dandang berisi sayur darat yang baru matang terhempas dari tangan Mak. "Bagaimana bisa kau meminta pernikahan dengan Adik kandungmu sendiri. Haram jadah! Semakin hari kudaimkan kau semakin menjadi! Menciderai leluhur!” suara Mak bergetar memenuhi bubung atap. Hal yang paling ditakutkan oleh Mak terjadi. Mana ada satu keyakinanpun yang memperizinkan saudara kandung menjalin pernikahan. “Kacau… kacau! Ini akan menjadi awal dari kehancurkan kampung kita semua!” keluh mak dengan dada yang sesak, entah dari mana Miak mendapat perangai demikian. Pahit, hitam sudah rasanya hati Mak mendapati anak perempuannya meminta keputusan demikian.
            “Aku tidak ingin menjadi perawan tua dan tidak mau menikah dengan pemuda kampung ini. Semua orang di sini sama saja, suka menelan mentah sebuah tahayul. Hanya Bujang yang sesekali sejalan dengan apa yang kupikirkan” usahanya tak henti untuk meyakinkan Mak. Tanpa perlu menunggu hari berlalu, kabar permintaan Miak untuk menikahi Bujang telah tersebar ke penjuru kampung. Siapa gerangan yang membawa berita ini? Apakah ulah krasalong lagi? Tidak masuk akal burung tuli mampu menyebarkan pesan aib kepada seluruh penjuru kampung.
            “Pergi!”
            “Usir!”
            “Pendosa!”
             “Pelanggar nilai-nilai luhur!”
            “Usir mereka dari kampung ini!” teriakan penduduk kampung sebelum magrib menjelang. Mak menangis sampai tak bersuara akibat ulah kedua anaknya. “Dengan siapa lagi aku hidup jika tidak dengan kalian” pasrah Mak dalam sakit hatinya.
            Bukan lagi urusan tentang siapa benar dan siapa salah, tapi tentang keinginan siapa yang paling besar. Miak keluar bersama Bujang, dengan kepala tegak ia mengucap lantang pada seluruh penduduk yang mengusirnya, “Manusia hati kalian hitam! Kita hidup rukun berhimpun tiada salah sikap dan patah sekalipun dariku, hanya perihal kawin kalian menempatkanku seperti orang paling berdosa. Apa kalian para penyembah batu lebih mulia derajatnya! Hiduplah kalian semua dengan pertanyaan-pertanyaan yang busuk mengakar dalam pikiran. Tidak ada rembug dalam pikrian maka tiada merdeka kalian selama-lamaya!”
***
            Kau tahu? Setelah kepergian Miak dan Bujang, kehidupan di kampung berjalan tidak serukun sedia kala. Belakangan banyak warga yang melapor ayam peliharaan mereka mati secara tragis bahkan ada yang menghilang tanpa bekas, bukan dalam jumlah yang sedikit. Simpang siur kabar burung datang lagi bahwa pelaku dibalik mati dan hilangnya hewan ternak adalah perbuatan orang-orang suku Lom. Mereka menganggap orang-orang itu hidupnya mulai terancam karena alam tidak mampu lagi menyediakan sumber kehidupan. Kurang ajar sekali memiliki anggapan demikian padahal ku tanyakan padamu, siapa sesungguhnya yang mengkhianati alam!
            “Mati… Mati… Dewi, anak perempuanku, mati” datang berita kematian.
            “Mati… Mati… Anakku, Adi, mati” datang lagi berita kematian.
            “Mati… Mati… Ibuku, mati” datang terus berita kematian. Kini sedekat itu ajal dengan penduduk kampung. Hal ini semakin membuat seluruh penduduk yakin bahwasannya dua pasang saudara itu benar-benar menjadi penyebab kesialan bertubi pada kampung ini.
            Orang-orang itu mati karena berjalan mengikuti angin arah Barat. Apa yang sesungguhnya membawa mereka berjalan ke arah sana. Apakah itu akses pintas neraka yang diciptakan tuhan untuk bumi?
            Aku di sini memang hidup dengan pikiran yang telah mati. Aku menelan sumpah Miak ketika ia bernajak pergi. Kuikuti penduduk yang berjalan ke arah Barat pulau ini. Lagi-lagi kabar dari krasalong. Burung tuli yang selalu membawa kabar tanpa kejelasan kebenaran. Seorang penduduk merasa menerima perintah dari mimpinya yang berupa seruan untuk pergi menyusuri arah Barat, di sana banyak harta kekayaan yang akan membawa kampung ini keluar dari kesengsaraan.
            Dalam di tengah hutan Barat pulau, aku lihat, itu dia! Miak pemberi sumpah. Ia bersetubuh dengan buluh dan Bujang mengkiat semua sumpah serta serapahnya. Dada Miak bersimbah darah karena bulu halus buluh yang tajam. “kau tau Bujang, bair buluh ini menjadi penembus bumi yang mengakarkan ideologi. Biar kumakan setiap hari hati manusia untuk menyatukan kebusukan dalam darah dagingku. Biar turut mengakar pada alam. Biar orang-orang yang datang mati dibunuh oleh rasa penasarannya sendiri! Atas segala sumpahku, tanah ini adalah kampung Senang Hati, lalu biarkan darah kita tertanam bersama akar buluh, biar kita menjadi penjanga tanah ini.”
            Alam lebih menerimanya. Pesan terakhir yang Miak ucapkan padaku, “Terima kasih atas segala tugas dan pengabdian darimu” usai sudah. Sekarang, biarkan aku pergi terbang mencari kabar-kabar berita baru. Aku memang tuli, tapi hatiku belum mati. Dan kau, tanggung jawabmu meneruskan cerita ini kepada seluruh manusia dipenjuru bumi!






Note: Alhamdulillah cerpen ini menjadi jaura ketiga pada lomba cipta cerpen Bulan Bahasa dan Sastra tingkat Universitas yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2019.

12 Maret 2019

ANALISIS UNSUR FISIK DAN UNSUR BATIN PUISI "YANG FANA ADALAH WAKTU-SAPARDI DJOKO DAMONO"


YANG FANA ADALAH WAKTU- SAPARDI DJOKO DAMONO

Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu.
Kita abadi.

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982

Analisis Puisi


A.      UNSUR FISIK PUISI

1.      Diksi
Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada puisi Yang Fana adalah Waktu adalah
penggunaan kata konkrit. Kosa kata yang digunakan ialah kosa kata keseharian yang sudah ada dan tidak mmunculkan makna yang baru
2.      Imaji
Pada bait “memungut detik demi detik,merangkainya seperti bunga”, memunculkan imaji visualisasi. Bait tersebut membuaut pembaca seolah melihat secara langsung bagaimana detik waktu dipungut dan dirangkai seperti sebuah rangkaian bunga.
3.      Rima
Pada setiap akhir sajak diakhiri oleh bunyi vokal i, u, a, sebagai bunyi yang lembut. Maka membuat puisi ini tergolong puisi kamar. Memiliki jenis rima berpeluk.
4.      Tipografi
Penulisan menggunakan rata kiri seperti gaya penulisan pada umumnya.
5.      Gaya bahasa
a)      “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”, merupakan majas simbolik. Detik yang dipungut dan dirangkai seperti bunga sebagai simbol dari waktu-waktu sepanjang hidup hingga membentuk sebuah rangkaian kehidupan yang telah kita lalui.
b)      “kita abadi”, merupakan majas totem pro parte yang mengungkapkan kita sebagai keseluruhan objek, padahal yang di maksud adalah jiwa.
c)      “detik demi detik”, sebagai majas aliterasi yang mengulang konsonan D di awal setiap kata secara berurutan.
d)     “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?”
             tanyamu.
Kita abadi, penggunaan majas asindetrton. Bait kita abadi diungkapkan tanpa      menggunkan    kata penghubung dari bait sebelumnya.
e)        “Yang fana adalah waktu. Kita abadi”, merupakan sebuah ungkapan   paradoks.
6.      Kata konkrit
a)      Fana, melambangkan sesuatu yang bersifat sementara dan tidak bersifat kekal. Pada puisi yang dimaksud ialah waktu.
b)      Abadi, pilihan kata yang mewakili sesuatu yang bersifat kekal dan selamanya.
c) Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga, pada bait ini dapat dibayangkan oleh pembaca melalui imaji. Tentang waktu yang telah kita lalui, seolah dapat dirangkai menjadi sebuah skenario kehidupan yang telah kita jalani selama ini.


B.       UNSUR BATIN PUISI
1.      Tema
Puisi Yang Fana adalah Waktu memiliki membawa tema ketuhanan. Setiap bait yang diungkapkan berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.
2.      Rasa
Pokok permasalahan yang diangkat oleh pengarang ialah tentang kehidupan manusia yang tak selamanya abadi. Tapi sesungguhnya yang abadi adalah jiwa-jiwa manusia itu sendiri.
3.      Nada
Penyair menyampaikan tema dan rasa dengan cara menceritakan sebuah kejadian yang telah lalu. Selain itu, melalui bait pertama pengarang menyampaikan sebuah pernyataan. Pengarang menyerahkan begitu saja kepada pembaca untuk mencari makna tersurat dari bait puisinya.
4.      Amanat
Amanat yang terkadung dalam puisi ini disampaikan pengarang secara tersirat atau secara tidak langsung. Pembaca dibebaskan untuk mencari dan menginterpretasikan sendiri. Berdasarkan tema dan rasa yang telah disampaikan, puisi ini memberi pesan tentang kehidupan manusia di dunia. Secara eksplisit kita paham bahwa semua manusia kelak akan meninggal, sementara waktu terus berjalan. Tetapi, sesungguhnya yang abadi itu bukanlah waktu, melainkan jiwa manusia itu sendiri. Jiwa yang akan menempuh kehiudupan setelah kehidupan di dunia. Pada kehiupan inilah manusia akan hidup kekal dan abadi selamanya. Berikut dalil yang juga menjelaskan hal ini:

يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

Artinya:

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal (Q.S Al-Mu’min, ayat:39)

Tafsir Ayat

Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kenikmatan sesaat bagi manusia, kemudian setelah itu terputus habis, maka janganlah kalian condong kepadanya. Sesungguhnya alam akhirat dengan segala kenikmatannya yang langgeng adalah tempat tinggal di mana kalian akan menetap selamanya di sana. Maka hendaklah kalian mendahulukannya dan beramal untuknya dengan amal-amal shalih yang membuat kalian berbahagia di sana.


10 Maret 2019

TEORI FEMINIS ROSMARIE TONG DALAM NOVEL LOVE IN THE KINGDOM OF OIL KARYA NAWAL EL-SAADAWI

Membicarakan gerakan feminis atau perihal seputar perempuan merupakan suatu pembahasan yang menarik. Menurut Kamla Bahsin dan Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat di tempat kerja dan keluarga serta tindakan sadar untuk mengubah keadaan tersebut. Hal ini memang tidak ada habisnya diperbicangkan, karena secara historis posisi perempuan seringnya dirugikan. Dulu perempuan tidak memperoleh haknya dengan sesuai. Seperti kedudukan sebagaimana yang sewajarnya diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya yang besar dalam kehidupan.

Menurut prediksi beberapa ilmuan, penderitaan perempauan sudah mulai sejak 200 tahun Sebelum Masehi. Perempuan di tempatkan pada derajat yang sangat rendah dan hidup di bawah keganasan laki-laki. Bahkan tidak ada batasan bagi suami dalam memperlakukan istrinya. Sebagian Yahudi membolehkan seorang bapak untuk menjual anak perempuannya. Di Jazirah Arab, kelahiran anak perempuan adalah sesuatu yang memalukan bahkan dianggap sebagai kutukan. Sementara di Mesir dan Persia, perempuan dianggap sebagai alat pemuas nafsu laki-laki dan diperlakukan dengan sadis.

Novel Love In The Kingdom Of Oil menggambarkan keterkaitan antara perempuan dengan sejarah Mesir pra-Islam. Pada masa ini perempuan di posisikan sebagai imperior yang harus selalu tunduk atas perintah laki-laki, sementara laki-laki bertindak sebagai superior yang bebas memerlakukan perempuan sesuai kehendak mereka. Cerita pada novel ini juga memberikan gambaran mengenai empat teori feminis yang dibagi oleh Rosmarie Tong.

Feminisme liberal, latar belakang kemunculannya adalah perlakuan yang menempatkan perempuan bergantung di bawah laki-laki dalam bidang ekonomi serta kekangan bagi perempuan untuk bekerja dan menaikan derajat dalam bidanng ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan. Penyamarataan hak dalam beberapa bidang tersebut yang diperjuangkan oleh feminisme liberal.

“Ya. Biasanya seorang perempuan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah itu tidak waras.” (Hlm. 8)

 “Seorang perempuan muda menceburkan diri ke dalam pekerjaan yang tidak ada ujung pangkalnya seperti mengumpulkan patung. Bukankah itu gejala pemyakit atau bahkan perbuatan yang tidak wajar?” (Hlm.8)

Pada hari berikutnya keluar titah raja yang melarang perempuan meninggalkan rumah dan, jika ada perempuan meninggalkan rumah, terlarang memberikan tempat berteduh kepadanya atau menyembunyikannya. (Hlm. 11)

Kepala departemen memandangnya dengan mata terbelalak, “Bagian ini hanya menerima laki-laki. Pekerjaan yang kami lakukan, maksudku, menggali tanah, tidak cocok untukmu”. (Hlm. 35)

“Setiap perempuan yang tertangkap dengan kertas dan pena dalam genggamannya akan dihukum.” (Hlm. 81-82)

“Apa katamu,’Politik’?Apa kau tak tahu terlarang bagi kaum perempuan menceburkan diri dalam politik?” (Hlm. 179)

Pada halaman awal digambarkan secara nyata bahwa perempuan yang bekerja dianggap suatu hal yang tabu dan tidak wajar. Nawal menyampaikan satir bahwa pada zaman ini perempuan diposisikan di bawah laki-laki dalam segala aspek kehidupan. Penguasa ikut serta turun tangan dalam mengambil langkah terhadap perempuan  yang bekerja di luar rumah. Perempuan dianggap lemah dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Perempuan hanya bekerja untuk memuaskan nafsu dan melayani laki-laki, seperti pembantu rumah tangga yang tidak dibayar.

Ketakutan besar juga muncul ketika perempuan mulai memiliki pendidikan. Perempuan yang mulai membaca, menulis dan memiliki banyak pengetahuan akan dikecam karena dianggap sebagai tekanan besar. Karena itu membaca dilakukan secara sembunyi-sembunyi saat suaminya tertidur pulas. Dengan ilmu pengetahuan, dapat membuat perempuan sadar dan memberontak atas ketidakadilan yang selama ini terima. Maka adanya pergerakan yang menuntut kesamarataan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan sosial budaya untuk menghapus anggapan yang menekan posisi perempuan dari dalam aspek kehidupan.

Feminisme radikal, menganggap bahwa perempuan ada pada penindasan paling bawah. Disebut radikal karena anggapan bahwa kemampuan reproduksi pada perempaun adalah kutukan. Revolusi terhadap kelas ini berarti revolusi terhadap seks. Kaum ini memperjuangkan anti pornografi yang dianggap sebagai simbol penindasan laki-laki terhadap perempuan.
“Mengapa kau tidak menutup wajahmu dengan cadar? Apakah kau tidak punya malu?” (Hlm. 24)
Perempuan harus menunggu suaminya hilang selama tujuh tahun, ia tidak boleh kawin dengan laki-laki lain. Janin tetap hidup dalam rahimnya selama tujuh tahun, dan janin itu tetap milik lelaki yang hilang itu sampai ia kembali. Perempuan tidak lebih dari wadah. Tidak ada undang-undang tentang perempuan yang hilang. Seorang perempuan tidak harus hilang supaya suaminya dapat kawin lagi dengan perempuan lain. (Hlm. 107)
Masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan hanya sebagai objek seksual. Laki-laki bebas berganti pasangan dalam berhubungan seksual, sementara perempuan posisinya tetap berada di bawah kendali laki-laki. Bahkan sama sekali tidak memiliki hak atas tubuhnya. Saat ini banyak terjadi kasus pelecehan seksual yang menimpa perempuan. Anehnya sesudah menjadi korban, perempuan kembali disalahkan. Alasan yang sering digunakan ialah kesalahan perempuan yang tidak menutup aurat. Padahal faktanya yang sudah berpakaian sopan juga kerap menedapat tindakan pelecehan seksual. Harus dipahami bahwa yang salah bukan pakaian yang dikenakan, tapi pikiran yang harus diluruskan. Bagaimanapun setiap orang memiliki hak atas tubuhnya masing-masing.
Feminisme marxist, meyakini bahwa keadaan sosial ditentukan secara sadar. Sehingga secara sadar dapat diubah. Secara politik perempuan memiliki kekuasaan dalam menetukan kehidupan, tetapi terampas oleh budaya patriarki.
Lelaki itu memaksa perempuan itu berlutut seperti seekor unta. Lelaki itu memilin selembar kain bekas, kemudian dijadikannya bantalan bulat dan diletakannya di atas kepala perempuan itu. Kemudian ia mengangkap tempayam itu dengan kedua tangannya dan meletakkannya di atas kepala perempuan itu. Leher perempuan itu bengkok karena menahan beban itu. (Hlm. 48)
Perusahaan. Apa itu perusahaan? Siapa pemilik perusahaan ini? Berapa mereka membayar setiap hari untuk tempayam-tempayam ini? Apakah lelaki mendapat upah? Sejak perempuan itu datang, perempuan itu tidak mendapat apa-apa. Ia tidak pernah memegang uang. (Hlm. 71)
Asumsinya ialah sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Penguasa memiliki kemampuan untuk menjaga kesejahteraan, namun nyatanya penguasa yang bersifat kapitalis menggunakan perbudakan kaum perempuan sebagai pekerja.
Feminis psikoanalitik, berangkat dari pernyataan Sigmund Freud yang menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang tidak lengkap. Keadaan ini membuat perempuan iri karena tidak memiliki penis seperti laki-laki, bahkan hal ini disebut sebagai suatu penyakit. Menurut analisis mengatakan bahwa, kebutuhan dasar setiap manusia adalah seksualitas. Maka perempuan dianggap tidak memiliki sesuatu untuk dimainkan, sebagaimana penis yang dimiliki oleh laki-laki.
“Sebagai ganti keinginannya yang tidak terpuaskan, perempuan itu mendapat nikmat dari menusuk-nusukkan pahat ke dalam tanah seolah-olah pahat itu penis laki-laki.” (Hlm. 8)
“Sejak kecil, perempuan mencari penis tetapi sia-sia. Ketika sudah putus asa karena tidak berhasil menemukannya, keinginan ini berubah menjadi keinginan yang lain.” (Hlm. 9)
Feminis psikoanalitik menolak teori Freud. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan hanyalah bahwa perempuan haid, mengandung, melahirkan, dan menyusui, selebihnya tidak ada yang membedakan.

24 Februari 2019

Toko Batik Yudhistira

Toko ini masih sama seperti dulu, masih menyediakan bangku di dekat pintu masuk. Padahal sudah berlalu berapa generasi, kenapa mereka tidak merubah tatanannya. Dua orang dari arah parkiran berjalan ke arahku, tapi sedari tadi mereka tak kunjung sampai. Tuk,tuk,tuk…. Suara ujung tongkatnya yang beradu dengan konblok.

“Pasangan tunanetra”, gumamku pelan. Mereka hanya menggunakan satu tongkat. Tangannya saling menggenggam erat. Dari tempatku duduk, suara mereka hanya terdengar seperti gumaman saja. 
Mereka melewatiku, tentu saja aku memerhatikannya. Mereka merundingkan warna baju batik yang akan mereka beli. Tidak ada perdebatan, dan tidak ada pramuniaga yang menahan tawa melihat wajah pengunjungnya. Keberadaan mereka membuatku jadi teringat padamu. Apakah ini kali pertama mereka datang ke sini? Jika iya, berbeda sekali dengan kita, dulu.

***

Orang Jogja mana yang tidak kenal keramaian Jalan Taman Siswa? Terlebih malam hari, jalan ini menjadi begitu padat dan penuh asap polusi. Tapi motor tuamu masih sangat kuat membawa kita berdua menyusuri jalanan ini. Dari makanan pinggiran, hingga menu kebule-bulean, bisa kita dapatkan di sini. Aku selalu menyerahkan padamu, untuk urusan memilih tempat makan. Kamu lebih bisa mengatur semuanya. Kapan harus memenuhi keinginan, dan kapan harus hidup prihatin. Kamu pintar sayang, dan kamu yang membuat Jogja semakin terasa nyaman bagiku.

Dulu kamu aktif dalam berbagai kegiatan mahasiswa, orang-orang mengenalmu. Sebagai orang yang tidak populer, aku merasa geram dan senang. Senang karena kamu yang penuh pengetahuan, selalu menjadi sumber informan dan temanku berdiskusi secara pribadi, dan geram karena kamu selalu menggunakan batik yang sama pada setiap kegiatan resmi yang kamu hadiri. Andai saat itu kamu lebih peka pada bajumu yang sudah memudar warnanya.

Malam itu kita sempat berdebat ringan di parkiran Toko Batik Yudhistira. Kamu marah denganku yang ingin membelikanmu baju batik baru. Padahal aku sudah menyisihkan uang makanku selama sebulan terkahir. Sadar tidak sih, betapa anehnya kamu dulu. Tapi, aku ya, tetap diriku, dan kamu tidak akan pernah mematahkan apa yang kuinginkan. Aku tidak tau betul bagaimana perasaanmu saat itu, apa kamu merasa gengsi dibelikan baju olehku? Seharusnya biasa saja, aku tidak pernah perhitungan sedikitpun untukmu. Bukankah kamu juga begitu?

Pramuniaga yang melihat pertengkaran kita dari balik etalase menahan tawa saat kita masuk ke dalam. Kamu sadar tidak kalau saat itu mereka menertawakanmu yang bermuka masam? Aku sih, tidak peduli. Ini adalah hadiah pertama untukmu, sejak kedekatan kita. Aku jadi tau, ternyata mencarikanm baju sangat sulit. Kamu cerewet! Pantas baju yang kamu pakai hanya itu-itu saja.

***

“Sayang, ayo masuk. Bantu aku memilih batik yang cocok untuk bertemu klien, besok. Anak-anak juga ingin, aku tidak bisa memilihkan untuk mereka”.
Ah, terlalu lama memikirkanmu. Suamiku memanggil, maaf aku harus masuk dulu.


Terminal F5
Sabtu, 23 Februari 2018
14:24 WIB