Memelihara Ingatan Lewat Lagu Hati-Hati di Jalan.
Ketika Hati-Hati di Jalan dirilis,
saya baru turun dari Gunung Andong. Pukul 22.00 WIB, saya baru selesai mandi
dan bisa istirahat. Sebelum tidur, saya menyempatkan diri melihat beberapa
judul di album Manusia itu. Pilihan pertama jatuh pada Hati-Hati di Jalan.
Saya memutarnya, lalu memejamkan mata. Niat awal yang hanya untuk pengantar
tidur menjadi urung setelah mendengar lirik demi liriknya. Lagu itu saya replay
berkali-kali sampai akhirnya saya terlelap.
Bukan
relasi asmara yang muncul di benak saat mendengar lagu itu. Saya justru
teringat teman dekat yang sudah hampir 12 tahun lamanya kami berteman. Baru
benar-benar akrab mungkin di tahun ke-5. Di tahun-tahun itu, kami sering
berbicara tentang bagaimana cara kami berelasi dengan orang lain dan tentang
kebingungan dengan karakter masing-masing. Di titik ini kami merasa bahwa kami
memiliki kesamaan. Mungkin ini yang membuat kami bisa berteman baik.
Saya
sebutkan beberapa hal saja, seingat saya: kami tidak suka hal yang menye-menye
dan banyak berbasa-basi dengan orang lain. Sulit untuk dekat dan percaya dengan
orang lain, sering memiliki asumsi tersendiri tentang orang lain. Pertanyaan
yang sering muncul adalah ‘kenapa saya begini?’. Tahun-tahun di usia yang belum
matang (sekarang juga belum sih, haha), pikiran hanya berpusat pada diri
sendiri. Jelas, banyak kesamaan tentang apa yang kami pikirkan.
Memasuki
pertengahan masa kuliah. Meskipun beda kampus dan beda kota, kami masih
sama-sama ada di Pulau Jawa. Masih bisa sering bertemu. Seiring bertambahnya
usia, bertambah hal yang diketahui tentang kehidupan. Banyak pengalaman yang
dilalui, pikiran pelan-pelan ikut berkembang. Pola pikir mulai berubah. Dulu
hanya membahas tentang diri sendiri, sekarang obrolan sudah cukup beragam dan
meluas. Kami juga pernah menyadari dan merefleksi hal ini, ternyata banyak
sekali yang bisa dibicarakan selain tentang diri sendiri.
Lalu,
kenapa Hati-Hati di Jalan? Saya tidak akan membahas liriknya secara
keseluruhan. Hanya beberapa potongan saja. Kok bisa, sepatah dua patah lirik
dan irama Tulus itu membawa saya pada memori yang luas? Saya juga heran. Magis
sekali.
Kita
tidak asing dengan pernyataan, “mau cari teman yang satu frekuensi”, “enak
kalau satu frekuensi bisa nyambung”. Saya pun dulu mengamini pernyataan
ini.
Namun,
“ku kira
kita akan bersama
begitu
banyak yang sama
latarmu
dan latarku”
Hati-Hati di Jalan mematahkan pikiran saya tentang “berteman dengan orang yang satu
frekuensi”. Tidak. Kita tidak butuh teman yang selalu satu frekuensi. Yang berlatar belakang sama pun belum tentu akan berujung di satu muara. Pernyataan ini saya tulis atas dasar realitas yang telah saya lalui dengan seorang teman. Merasakan proses kami sama-sama berkembang dan masing-masing memiliki perbedaan
sudut pandang tentang banyak hal. Manusia tidak harus seragam agar bisa
dijadikan teman.
Kami
sama-sama suka makan, tetapi selera kami berbeda. Dia senang jajan yang manis, cake
dan sejenisnya. Sementara saya senang makanan berat yang asin, pedas.
Selera musik juga berbeda. Seingat saya, yang kami sama-sama (sangat) suka
hanya Nosstress. Kadang, saya punya kehendak untuk berjalan terlalu jauh,
manusia ini yang menarik dan menjadi pagar untuk saya (dalam artian yang
positif). Pada hal-hal prinsip pun, kami berbeda.
Dari
berbagai perbedaan itu, kamu tahu apa yang paling menyenangkan? Ketika kalimat,
“people changes” terucap. Momen ini sering kami tertawakan bersama.
Meskipun begitu, di titik ini saya merasa pikiran kami melebur. Hal lain yang
ingin saya katakan adalah kami berhasil membangun relasi yang intim. Ada peran
dan ruang-ruang kosong yang di sana kami bisa saling mengisinya untuk satu sama
lain. Saya sebut satu peran yang cukup terlihat jelas. Di beberapa keadaan,
peran saya lebih dominan untuk hal-hal terkait kekuatan fisik. Sementara, teman
saya lebih dominan untuk memperkuat psikis. Sederhananya, saya bisa tetap waras
sampai hari ini salah satunya karena ada manusia ini.
“kau melanjutkan perjalananmu
ku melanjutkan perjalananku”
Dekat dan akrab tidak melulu harus selalu bergandengan. Kita bisa tetap dekat dan akrab meski berjalan di jalan masing-masing.
Terakhir.
Kalau pun kamu memiliki kriteria untuk mengizinkan orang lain berteman atau membangun
relasi denganmu, kriterianya hanya satu: manusia. Manusia yang memanusiakan manusia. Ini pernyataan lama yang sudah sering kita dengar. Tapi
begitulah kenyataannya. Kita butuh bertemu orang dengan karakter demikian, satu saja sudah cukup. Kenapa? Menenangkan.
Note:
Ini
ditulis tanpa persetujuan teman yang bersangkutan. Murni apa yang saya
pikirkan. Kalau ada bagian yang kamu tidak setuju, silakan saja protes. Buat
tulisanmu sendiri, xixi.
Salam.
***
Lirik utuh Hati-Hati di Jalan - Tulus
Perjalanan membawamu
Bertemu denganku, ku bertemu kamu
Sepertimu yang kucari
Konon aku juga s'perti yang kaucari
Kukira kita asam dan garam
Dan kita bertemu di belanga
Kisah yang ternyata tak seindah itu
Kukira kita akan bersama
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku
Kukira takkan ada kendala
Kukira ini 'kan mudah
Kau, aku jadi kita
Kasih sayangmu membekas
Redam kini sudah pijar istimewa
Entah apa maksud dunia
Tentang ujung cerita, kita tak bersama
Semoga rindu ini menghilang
Konon katanya waktu sembuhkan
Akan adakah lagi yang sepertimu?
Kukira kita akan bersama
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku
Kukira takkan ada kendala
Kukira ini 'kan mudah
Kau, aku jadi kita
Kau melanjutkan perjalananmu
Ku melanjutkan perjalananku
Uh-uh, hu-uh-uh
Kukira kita akan bersama
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku
Kukira takkan ada kendala
Kukira ini 'kan mudah
Kau, aku jadi kita
Kukira kita akan bersama
Hati-hati di jalan