28 Maret 2022

Kita Tidak Butuh yang Satu Frekuensi

 Memelihara Ingatan Lewat Lagu Hati-Hati di Jalan.


Ketika Hati-Hati di Jalan dirilis, saya baru turun dari Gunung Andong. Pukul 22.00 WIB, saya baru selesai mandi dan bisa istirahat. Sebelum tidur, saya menyempatkan diri melihat beberapa judul di album Manusia itu. Pilihan pertama jatuh pada Hati-Hati di Jalan. Saya memutarnya, lalu memejamkan mata. Niat awal yang hanya untuk pengantar tidur menjadi urung setelah mendengar lirik demi liriknya. Lagu itu saya replay berkali-kali sampai akhirnya saya terlelap. 

 

Bukan relasi asmara yang muncul di benak saat mendengar lagu itu. Saya justru teringat teman dekat yang sudah hampir 12 tahun lamanya kami berteman. Baru benar-benar akrab mungkin di tahun ke-5. Di tahun-tahun itu, kami sering berbicara tentang bagaimana cara kami berelasi dengan orang lain dan tentang kebingungan dengan karakter masing-masing. Di titik ini kami merasa bahwa kami memiliki kesamaan. Mungkin ini yang membuat kami bisa berteman baik.

 

Saya sebutkan beberapa hal saja, seingat saya: kami tidak suka hal yang menye-menye dan banyak berbasa-basi dengan orang lain. Sulit untuk dekat dan percaya dengan orang lain, sering memiliki asumsi tersendiri tentang orang lain. Pertanyaan yang sering muncul adalah ‘kenapa saya begini?’. Tahun-tahun di usia yang belum matang (sekarang juga belum sih, haha), pikiran hanya berpusat pada diri sendiri. Jelas, banyak kesamaan tentang apa yang kami pikirkan. 

 

Memasuki pertengahan masa kuliah. Meskipun beda kampus dan beda kota, kami masih sama-sama ada di Pulau Jawa. Masih bisa sering bertemu. Seiring bertambahnya usia, bertambah hal yang diketahui tentang kehidupan. Banyak pengalaman yang dilalui, pikiran pelan-pelan ikut berkembang. Pola pikir mulai berubah. Dulu hanya membahas tentang diri sendiri, sekarang obrolan sudah cukup beragam dan meluas. Kami juga pernah menyadari dan merefleksi hal ini, ternyata banyak sekali yang bisa dibicarakan selain tentang diri sendiri. 

 

Lalu, kenapa Hati-Hati di Jalan? Saya tidak akan membahas liriknya secara keseluruhan. Hanya beberapa potongan saja. Kok bisa, sepatah dua patah lirik dan irama Tulus itu membawa saya pada memori yang luas? Saya juga heran. Magis sekali.

 

Kita tidak asing dengan pernyataan, “mau cari teman yang satu frekuensi”, “enak kalau satu frekuensi bisa nyambung”. Saya pun dulu mengamini pernyataan ini. 

 

Namun,

“ku kira kita akan bersama

begitu banyak yang sama

latarmu dan latarku”

 

Hati-Hati di Jalan mematahkan pikiran saya tentang “berteman dengan orang yang satu frekuensi”. Tidak. Kita tidak butuh teman yang selalu satu frekuensi. Yang berlatar belakang sama pun belum tentu akan berujung di satu muara. Pernyataan ini saya tulis atas dasar realitas yang telah saya lalui dengan seorang teman. Merasakan proses kami sama-sama berkembang dan masing-masing memiliki perbedaan sudut pandang tentang banyak hal. Manusia tidak harus seragam agar bisa dijadikan teman.


Kami sama-sama suka makan, tetapi selera kami berbeda. Dia senang jajan yang manis, cake dan sejenisnya. Sementara saya senang makanan berat yang asin, pedas. Selera musik juga berbeda. Seingat saya, yang kami sama-sama (sangat) suka hanya Nosstress. Kadang, saya punya kehendak untuk berjalan terlalu jauh, manusia ini yang menarik dan menjadi pagar untuk saya (dalam artian yang positif). Pada hal-hal prinsip pun, kami berbeda.

 

Dari berbagai perbedaan itu, kamu tahu apa yang paling menyenangkan? Ketika kalimat, “people changes” terucap. Momen ini sering kami tertawakan bersama. Meskipun begitu, di titik ini saya merasa pikiran kami melebur. Hal lain yang ingin saya katakan adalah kami berhasil membangun relasi yang intim. Ada peran dan ruang-ruang kosong yang di sana kami bisa saling mengisinya untuk satu sama lain. Saya sebut satu peran yang cukup terlihat jelas. Di beberapa keadaan, peran saya lebih dominan untuk hal-hal terkait kekuatan fisik. Sementara, teman saya lebih dominan untuk memperkuat psikis. Sederhananya, saya bisa tetap waras sampai hari ini salah satunya karena ada manusia ini.


“kau melanjutkan perjalananmu

ku melanjutkan perjalananku”


Dekat dan akrab tidak melulu harus selalu bergandengan. Kita bisa tetap dekat dan akrab meski berjalan di jalan masing-masing. 


Terakhir. Kalau pun kamu memiliki kriteria untuk mengizinkan orang lain berteman atau membangun relasi denganmu, kriterianya hanya satu: manusia. Manusia yang memanusiakan manusia. Ini pernyataan lama yang sudah sering kita dengar. Tapi begitulah kenyataannya. Kita butuh bertemu orang dengan karakter demikian, satu saja sudah cukup. Kenapa? Menenangkan.



Note:

Ini ditulis tanpa persetujuan teman yang bersangkutan. Murni apa yang saya pikirkan. Kalau ada bagian yang kamu tidak setuju, silakan saja protes. Buat tulisanmu sendiri, xixi.

 

Salam.


***


Lirik utuh Hati-Hati di Jalan - Tulus 


Perjalanan membawamu

Bertemu denganku, ku bertemu kamu

Sepertimu yang kucari

Konon aku juga s'perti yang kaucari


Kukira kita asam dan garam

Dan kita bertemu di belanga

Kisah yang ternyata tak seindah itu


Kukira kita akan bersama

Begitu banyak yang sama

Latarmu dan latarku

Kukira takkan ada kendala

Kukira ini 'kan mudah

Kau, aku jadi kita


Kasih sayangmu membekas

Redam kini sudah pijar istimewa

Entah apa maksud dunia

Tentang ujung cerita, kita tak bersama


Semoga rindu ini menghilang

Konon katanya waktu sembuhkan

Akan adakah lagi yang sepertimu?


Kukira kita akan bersama

Begitu banyak yang sama

Latarmu dan latarku

Kukira takkan ada kendala

Kukira ini 'kan mudah

Kau, aku jadi kita


Kau melanjutkan perjalananmu

Ku melanjutkan perjalananku

Uh-uh, hu-uh-uh


Kukira kita akan bersama

Begitu banyak yang sama

Latarmu dan latarku


Kukira takkan ada kendala

Kukira ini 'kan mudah

Kau, aku jadi kita

Kukira kita akan bersama


Hati-hati di jalan

0 Comments: