PENGERTIAN WACANA MENURUT BEBERAPA AHLI
Anton Moeliono (1995: 407): Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga
terbentuklah makna serasi diantara kalimat itu.
Carlson (1983: xiii-xiv): Wacana adalah rentangan ujaran yang berkesinambungan
(urutan kalimat-kalimat individual). Wacana tidak hanya terdiri dari untaian
ujaran atau kalimat yang secara gramatikal tersusun secara rapi.
Cook (1989): “This letter kinds of language-language in use, for communications is
called discourse”. Wacana adalah suatu pengunaan bahasa dalam komunikasi, baik
secara lisan maupun tulisan.
Deese (1984: 72): Wacana adalah seperangkat proposisi yag saling berhubungan untuk
menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Edmundson (1981: 4): Wacana adalah peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam
perilaku linguistik atau yang lainnya.
Halliday dan Hasan (1979: 3): Wacana adalah suatu kesatuan semantic dan bukan
kesatuan gramatikal. Kesatuan yang bukan karena bentuknya (morfem, kata, klausa
atau kalimat) tapi kesatuan arti).
Harimurti Kridalaksana (1984): Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dalam
hierariki tatabahasa dan merupakan satuan tatabahasa yang tertinggi atau
terbesar.
Henry Guntur Tarigan: Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang
berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara
lisan dan tertulis.
Hoed (1994): Wacana adalah bangun teoritis abstrak yang maknanya dikaji dalam kaitannya
dengan konteks dan situasi komunikasinya.
Hymnes (1974): Wacana adalah bahasa di atas kalimat atau di atas
klausa.
Stubbs (1983: 10): Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa.
Syamsudin
(1992: 5): Wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian
tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara
teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsure
segmental maupun nonsegmental.
Vandijk
(1977: 3): Wacana adalah bangun teoritis yang abstrak
(The abstract theoretical constract)
Webster’s Third New International Dictionary (1968:
647): Discourse is applicable to well formulled
or coherently arranged serious and systematic treatment of a subject in writing
or speaking.
Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses
komunikasi antara penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari
pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut
dengan analisis wacana. Analisis
wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang
digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.
Wacana sebagai rentetan kalimat yang
berkaitan dengan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang
lainnya, membentuk satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang serasi di
antara kalimat-kalimat itu. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wacana merupakan kesatuan bahasa terlengkap
dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi
dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan,yang mampu mempunyai awal dan
akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tertulis.
Sementara itu Samsuri memberi penjelasan mengenai wacana, menurutnya; wacana
ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya
terdiri atas seperangkat kalimat yang
mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu
dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.
Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua
pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai
efek dalam dunia nyata. Wacana menurut
konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan yang dapat
dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut metode penjelasannya, wacana
merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.
Dari uraian di atas, jelaslah terlihat
bahwa wacana merupakan suatu pernyataan
atau rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan
memiliki hubungan makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan
demikian, apapun bentuk pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media
yang memiliki makna dan terdapat konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai
sebuah wacana.
SEJARAH SINGKAT KAJIAN WACANA
Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari
filsafat. Linguistik modern, yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada
akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur
bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna
(semantik). Kajian linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan
bahasa yang belum dapat diselesaikan. Akibatnya,
para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru yang disebut analisis
wacana.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran
dengan memperhatikan konteks, sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan konteks
etnografi. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau
yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor
etnografi yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.
PERSYARATAN TERBENTUKNYA WACANA
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian
kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun wacana dapat berupa satu kalimat atau
ujaran). Wacana yang berupa rangkaian
kalimat atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip
keutuhan (unity) dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat
dalam wacana itu mendukung satu topik
yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya disusun secara teratur
dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan
ide yang diungkapkan.
HAKIKAT DAN KEDUDUKAN WACANA DALAM
LINGUISTIK
A.
Hakikat Wacana
1. Pengertian Wacana
Menurut Chaer (2007:265) menyebutkan bahwa wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap,
sehingga dalam hirarki bahasa merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana sebagai satuan gramatikal yang
lengkap, harus terdapat konsep, gagasan,
pikiran, dan ide yang utuh, yang akan dipahami oleh pembaca dalam bentuk
wacana lisan dan oleh pendengar dalam bentuk wacana lisan.
Pengertian lain mengenai wacana adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang terdiri
dari wacana lisan dan wacana tulis jika dilihat dari bentuk bahasa yang
digunakan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian wacana adalah serangkaian satuan gramatikal yang tersusun secara
utuh dan membentuk suatu kesatuan unsur-unsur yang padu. Kedudukan wacana dalam tatanan kebahasaan (linguistik formalistik)
menurut David Nunan dilihat dari susunan
susunan komponen kebahasaan adalah sebagai berikut.
Wacana menjadi bagian hirarki kebahasaan
yang terbesar karena mencakup beberapa
unsur kebahasaan, yaitu fonem, morfem, kata, frasa, klausa, dan paragraf.
Kumpulan beberapa fonem akan menjadi morfem, selanjutnya kumpulan dari beberapa
morfem membentuk sebuah kata, gabungan dari dua kata atau lebih menjadi frase
kemudian menjadi sebuah klausa, klausa membentuk sebuah kalimat dan kumpulan
beberapa kalimat akan membentuk sebuah wacana. Hal tersebut berdasarkan urutan
secara teoritis. Namun, sebuah wacana dapat terdiri dari beberapa unsurnya saja.
2. Ciri-Ciri Wacana
Beberapa ciri-ciri wacana, sbb:
· Terdiri dari satuan gramatikal
· Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
· Untaian kalimat-kalimat
· Memiliki hubungan preposisi (kata depan)
· Memiliki hubungan koherensi
· Memiliki hubungan kohesi
· Medium bisa lisan maupun tulis.
3. Jenis-Jenis Wacana
Pembagian jenis-jenis wacana didasarkan
pada sudut pandang ide, gagasan, isi, maupun bentuk kebahasaan yang
digunakan dalam sebuah wacana. Pembagian jenis wacana, sbb:
a. Pembagian wacana dilihat dari bentuknya dibedakan menjadi wacana
lisan dan wacana tertulis. Wacana lisan adalah wacana yang bentuk
penyampaiannya menggunakan media lisan atau ujaran, seperti membaca atau
berbicara. Sedangkan wacana tulis adalah wacana yang media penyampaiannya
menggunakan media tulisan.
b. Pembagian wacana berdasarkan penggunaan bahasanya dibedakan menjadi wacana prosa dan
wacana puisi. Wacana prosa
adalah wacana yang terdiri dari uraian-uraian ide, gagasan atau pikiran yang
mengandung sebuah tujuan penyampaian. Wacana prosa berdasarkan tujuan penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana argumentasi, yaitu uraian yang
mengemukakan pendapat mengenai topik, masalah maupun gagasan kepada pembaca. Wacana narasi adalah serangkaian uraian
yang bersifat menceritakan suatu topik atau hal dengan memperhatikan kronologis
atau urutan peristiwa. Wacana deskripsi
adalah uraian yang bersifat menggambarkan dengan detail suatu obyek ataupun
hal-hal tertentu dengan detail. Wacana
eksposisi adalah wacana yang bersifat memaparkan topik atau fakta. Wacana persuasif adalah wacana yang
berbentuk uraian mengenai pendapat, ide, ataupun gagasan yang bertujuan untuk
mempengaruhi orang lain.
c. Wacana puisi adalah wacana yang dalam penyampaian isi menggunakan bahasa-bahasa yang
bersifat puitik dengan memperhatikan pemilihan kata dan gaya bahasa (Chaer,
2007:272-273).
d. Pembagian wacana berdasarkan bingkai atau maksud dibedakan menjadi dua macam yaitu wacana endoforik dan wacana eksoforik,
wacana endoforik adalah wacana yang mengacu pada hal-hal di dalam wacana itu
sendiri. Sedangkan wacana eksoforik adalah wacana yang mengacu pada hal-hal di
luar wacana.
4. Fungsi Wacana
Fungsi wacana yang utama adalah untuk menyampaikan informasi kepada pembaca
maupun pendengar. Fungsi wacana dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu
secara transaksional dan intruksional. Secara transaksional adalah bahwa
sebuah wacana adalah uraian yang tersusun dari satuan gramatika yang berfungsi untuk menyampaikan informasi
berupa ide, gagasan, maupun menguraikan sebuah topik permasalahan. Sedangkan secara intruksional adalah bahwa wacana
berfungsi untuk memberikan penjelasan mengenai ide atau gagasan yang
disampaikan kepada pembaca ataupun pendengar. Fungsi intruksional memberikan petunjuk atau arahan kepada pembaca
atau pendengar, fungsi ini diimplementasikan pada jenis wacana persuasive.
B.
Kedudukan Wacana
1. Analisis Wacana dengan Fonologi
Hubungan antara fonologi dan wacana:
a. Fonologi maupun wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya, hanya saja perbedaannya adalah fonologi mengkaji
struktur bahasa (khususnya bunyi bahasa) sedangkan analisis wacana mengkaji
bahasa di luar struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Fonologi merupakan
tataran terkecil dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori tentang bunyi-bunyi
bahasa sangat diperlukan sebab Fonologi merupakan dasar dari ilmu bahasa
lainnya.
b. Fonologi dan Wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam bentuk lisan, hanya saja yang membedakan adalah fonologi tidak
mengkaji bahasa dalam bentuk tulisan sebab yang menjadi objeknya hanyalah
bunyi-bunyi bahasa yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia, sedangkan wacana
mengkaji naskah-naskah yang berbentuk tulisan.
2. Analisis Wacana dengan Morfologi
Hubungan antara morfologi dan wacana:
a. Morfologi dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja,
sama dengan Fonologi, morfologi juga
mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan kata) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Morfologi merupakan tataran terkecil
kedua dalam Wacana. Dalam mengkaji wacana, teori
tentang pembentukan kata sangat dibutuhkan sebab Wacana yang berbentuk
naskah itu terbentuk dari susunan kata demi kata yang memiliki makna.
b. Morfologi yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kata sangat berhubungan dengan Wacana karena dalam Wacana harus
tepat dalam memilih kata-kata sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan oleh
Wacana tersebut.
3. Analisis Wacana dengan Sintaksis
Hubungan antara sintaksis dan wacana:
a. Sintaksis dan Wacana sama-sama menggunakan bahasa sebagai objek kajiannya. Hanya saja,
sama dengan Fonologi dan morfologi, Sintaksis
juga mengkaji struktur bahasa (khususnya pembentukan kalimat) sedangkan analisis wacana mengkaji bahasa di luar
struktur/kaidah-kaidah. Secara Hierarki, Sintaksis merupakan tataran
terkecil ketiga dalam Wacana.
b. Sintaksis yang mempelajari seluk beluk
pembentukan kalimat sangat berhubungan dengan Wacana karena dalam mengkaji
wacana, teori tentang pembentukan
kalimat sangat dibutuhkan. Sebuah Wacana dapat dikatakan baik apabila
hubungan antara kalimat-kalimatnya kohesi dan koheren.
4. Analisis Wacana dengan Semantik
Hubungannya dengan Wacana adalah baik Semantik maupun Wacana sama-sama mengkaji makna bahasa sebagai
objek kajiannya. Hanya saja perbedaannya
adalah Semantik mengkaji makna leksikal bahasa (makna lingistik), sedangkan
Wacana mengkaji makna kontekstual atau implikatur dari ujaran-ujaran atau
teks-teks.
5. Analisis Wacana dengan Pragmatik
Levinson (1983) dalam bukunya yang berjudul
Pragmatics, memberikan beberapa batasan tentang pragmatik. Beberapa batasan
yang dikemukakan Levinson antara lain mengatakan bahwa pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang
mendasari penjelasan pengertian bahasa. Dalam batasan ini berarti untuk
memahami pemakaian bahasa kita dituntut memahami pula konteks yang mewadahi
pemakaian bahasa tersebut. Batasan lain yang dikemukakan Levinson mengatakan
bahwa pragmatik adalah kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan
kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu. Hubungan antara Pragmatik dan Wacana
adalah sama-sama mengkaji makna bahasa yang ditimbulkan oleh konteks.
6. Analisis Wacana dengan Folologi
Filologi adalah bahasa, kebudayaan, dan sejarah bangsa
yang terekam dalam bahan tertulis seperti peninggalan naskah kuno linguistik,
sejarah dan kebudayaan. Hubungan Wacana
dengan Filologi adalah: Filologi dan wacana sama-sama mengkaji bahasa dalam bentuk teks atau naskah. Perbedaan keduanya terletak pada tema
atau topik teks atau naskah tersebut. Filologi mengangkat topik yang khusus
membahas tentang sejarah sedangkan Wacana mengangkat topik yang lebih umum dari
segala aspek sosial kehidupan bermasyarakat.
7. Analisis Wacana dengan Semiotika
Semiotika adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna bahasa
yang ditimbulkan dari tanda-tanda bahasa. Hubungannya
dengan wacana adalah, baik wacana maupun semiotika sama-sama mengkaji
tentang makna bahasa. Hanya saja,
semiotika mengkaji makna bahasa berdasarkan ikon, symbol ataupun indeks
sedangkan wacana mengkaji makna tuturan maupun ujaran-ujaran yang dihasilkan
oleh masyarakat tutur.
8. Analisis Wacana dengan Psikolinguistik
Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai bagaimana
penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia (levelt, 1975). Dari
defenisi ini, terlihat ada dua aspek
yang berbeda, yaitu pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang,
terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua adalah penggunaan yang artinya
penggunaan bahasa oleh orang tua normal.
Hubungannya dengan Wacana adalah dalam penyususnan wacana, topik
atau tema yang diangkat ataupun ujaran-ujaran yang dihasilkan berdasarkan
kondisi Psikis manusia. Kondisi Psikis ini merupakan salah satu konteks yang
dapat mendukung peneliti dalam memaknai suatu ujaran.
9. Analisis Wacana dengan Sosiolinguistik
Wijana (2006:7) menjelasklan bahwa sosiolinguistik
sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan bahasa dalam
hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam masyarakat, karena dalam kehidupan
bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi sebagai masyarakat
sosial.
Hubungannya dengan wacana adalah baik wacana maupun sosiolinguistik
sama-sama menitiberatkan bahasa dalam sebuah konteks. Perbedaannya adalah
wacana mengkaji ujaran (bahasa) yang dihasilkan oleh masyarakat sedangkan
sosiolinguistik menitiberatkan pada masyarakat pengguna bahasa.
CONTOH KEDUDUKAN WACANA
Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana: Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana
(kalimat) dapat dipertimbangkan dari segi gramatika (memiliki hubungan
gramatikal) dan dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi).
1. Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa:
a. Unsur yang
berfungsi sebagai konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar,
seperti dengan demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
b. Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa yang telah diungkapkan
pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku salah
melulu, yang benar rupanya yang terbawa arus.
c. Kesejajaran antarbagian, misalnya: Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu mujur.
d. Referensi, baik endofora (anafora dan katafora) maupun
eksofora. Referensi (acuan) meliputi persona, demonstratif, dan komparatif.
e. Kohesi
leksikal, dapat terjadi melalui diksi (pilihan
kata) yang memiliki hubungan tertentu dengan kata yang digunakan terdahulu.
Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan, sinonimi dan hiponimi, serta
kolokasi.
f. Konjungsi, merupakan unsur yang menghubungkan konjoin (klausa/kalimat) di dalam
wacana.
2. Hubungan Semantik
Hubungan semantik merupakan hubungan
antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan antarproposisi dapat
berupa hubungan antar klausa yang
dapat ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan logika
semantik. Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi semantik
konjungsi yang berupa:
a. Ekspansi (perluasan), yang meliputi elaborasi,
penjelasan/penambahan.
b. Proyeksi, berupa ujaran dan gagasan.