Kegiatan
tadabur alam siswa/siswi SMP Bahagia Kota Muntok akan dilaksanakan dalam dua
hari lagi. Tadabur alam kali ini dilaksanakan dalam rangka peringatan Hari
Ulang Tahun Kota Muntok, mengenang jejak-jejak bersejarah yang ada di Kota
Seribu Kue ini.
“Nak,
tadi ada pesan dari Kakak Pembina Pramuka. Semua kebutuhan untuk tadabur alam sudah
disiapkan semua belum?” tanya Ibu Hanina kepada putri sematawayangnya.
“Belum,
Bu. Besok saja. Aku sedang mengerjakan tugas sekolah” jawab Hanina dari
kamarnya.
“Baiklah.
Jangan lupa, ya.” Jawab Ibu Hanina menegaskan kembali.
Hanina
kembali sibuk mengerjakan tugasnya. Tugas ini harusnya sudah dikumpulkan sejak
minggu lalu. Namun, Hanina lupa mengerjakannya karena sering menghabiskan waktu
untuk menonton idol K-Pop idolanya hingga larut malam. Ibunya sudah sering
mengingatkan untuk tidak bergadang, tapi Hanina tetap saja melakukannya secara
diam-diam. Ibu Hanina bukannya tidak tegas, ia lebih ingin Hanina merasakan
sendiri bahwa setiap tindakan yang ia lakukan akan ada konsekuensinya dan ia
harus bertanggung jawab atas konsekuensi itu.
***
“Ibuuuuuuu...,
Ibu tahu tidak? Ternyata besok aku satu kelompok dengan Haruku! Siswa pindahan
dari Maluku itu, lho, Bu. Aku tidak suka melihatnya! Huh, kegiatan yang
harusnya menyenangkan, pasti besok jadi tidak asyik!” gerutu Hanina
bertubi-tubi ketika baru tiba di rumah.
Ibu
Hanina langsung menghampiri anaknya yang baru saja pulang dari sekolah itu.
Setelah menanggapi gerutuan Hanina dengan tenang, barulah Ibunya mengetahui
bahwa Hanina tidak suka hanya karena Haruku memiliki warna kulit dan perawakan
yang sedikit berbeda dari orang-orang yang biasa ia temui di daerah ini.
“Wah,
sepertinya kamu belum tahu, ya. Di negara kita ini ada ratusan suku dan budaya,
Nak. Jadi, meskipun secara fisik temanmu terlihat berbeda, tapi dia sama saja
dengan kita. Coba bandingkan saja kamu atau ibu dengan idola-idola Korea yang
sering kamu tonton itu, berbeda juga bukan” Ibu Hanina mencoba memberi
pengertian.
“Memangnya
kamu sudah pernah mencoba berteman dengannya?”
Hanina
menggeleng.
“Nah,
kamu saja belum kenal baik dengan Haruku. Coba berkenalan dan berteman dulu,
jangan langsung menilai buruk orang lain. Sudah, sekarang sana siapkan
keperluan besok. Jangan sampai ada yang tertinggal, ya.”
Sebenarnya
tidak banyak yang harus dibawa untuk kegiatan tadabur alam. Namun, tetap saja
harus disiapkan dengan teliti agar tidak ada yang tertinggal. Mengingat bahwa
ini adalah kegiatan outdoor, tidak
bisa dimungkiri jika nanti ada kejadian yang tidak diinginkan. Karena masih
merasa kesal, sore itu Hanina tidak juga segera mempersiapkan kebutuhannya
untuk besok.
***
Pagi-pagi
sekali, Hanina kelabakan dan terburu-buru menyiapkan kebutuhannya. Sarapan yang
disiapkan oleh Ibunya belum juga tersentuh karena ia masih sibuk sendiri. Pukul
06.45, Hanina diantar oleh Ibunya menuju Rumah Pesanggrahan. Semua berkumpul di
sana untuk bersiap. Dari Rumah Pesanggrahan ini, mereka akan diantar naik bis
menuju Gerbang Selamat Datang Gunung Menumbing sebagai titik awal kegiatan
tadabur alam.
“Sebuah
kelompok akan kuat jika seluruh anggotanya bersatu. Begitu pun sebaliknya,
sebanyak apapun orangnya, akan rapuh jika tidak kompak dan tercerai berai”
pesan Ibu sebelum meninggalkan Hanina untuk berkegiatan. Ia lekas pulang
setelah Hanina mencium tangannya.
Hanina,
Haruku, Adimas, Aji, dan Nada tergabung dalam satu tim. Mereka mendapat urutan
berjalan ke delapan dari lima belas kelompok pramuka yang ada di SMP Bahagia.
Setiap tim yang berjalan diberi jarak agar tidak menumpuk. Sudah disediakan
beberapa pos di jalur tadabur yang akan dilalui. Mereka akan mendapat tugas
yang berbeda di setiap pos.
Tim
Hanina bekerja cukup baik. Mereka dapat menjawab soal dan melakukan tantangan.
Hanina anak yang senang dan cukup aktif di kegiatan pramuka. Jadi, kegiatan
seperti ini tentu menjadi aktivitas favoritnya. Namun, ia masih bersikap acuh
tak acuh terhadap Haruku. Haruku juga berkontribusi dan bekerja sama dengan
baik dengan timnya.
Lebih
dari setengah perjalanan, mereka memutuskan untuk istirahat. Mereka sudah
merasa cukup lapar karena hari juga sudah siang. Masing-masing mengeluarkan
bekal makanan berat dan camilan yang mereka bawa. Mereka saling berbagi dan
bertukar camilan. Sementara, Hanina ternyata lupa memasukkan camilan yang
disiapkan Ibunya.
“Kue
gomak buatan ibumu enak sekali, Haru!” puji Adimas setelah melahap tiga kue.
Teman-temannya tertawa melihat Adimas yang terlihat nafsu sekali.
“Hanina,
cobalah kue buatan ibuku. Ibuku sengaja membawa banyak untuk kita makan
bersama” Haruku tetap mencoba mendekatkan diri meskipun ia menyadari bahwa
Hanina mengabaikannya. Karena didorong oleh teman-teman yang lain dan
sesungguhnya Hanina juga tergiur karena melihat Adimas yang tidak berhenti
mengunyah, dengan canggung akhirnya Hanina ikut memakan camilan yang dibawa
Haruku.
Tidak
bisa berlama-lama, akhirnya mereka kembali melanjutkan perjalanan. Saat itu,
Nada tidak sengaja terperosok karena jalur yang sedikit miring tertutup oleh
tebalnya dedaunan cokelat. Kakinya tergores bekas patahan ranting yang cukup
besar dan berdarah. Mereka sedikit terkejut, namun tidak begitu panik karena di
kegiatan pramuka memang sudah sering berlatih dalam menangani luka ringan.
“Hanina,
kamu kemarin ditugaskan untuk membawa P3K kelompok kita oleh Kakak Pembina.
Tolong, cepat keluarkan. Kita harus segera mengobati kaki Nada” pinta Adimas.
Hanina segera menurunkan tasnya. Lama merogoh dan mencari-cari, alat P3K itu
ternyata tidak ada di dalam tas. Hanina baru teringat bahwa tas P3K-nya ada di
atas meja belajar dan tadi pagi lupa ia masukkan. Ia menatap teman-temannya dan
meminta maaf.
“Kenapa
bisa lupa?! Kamu tahu kan P3K itu sangat penting dan krusial. Bukannya sudah
diingatkan juga oleh Kakak Pembina” Adimas sebagai ketua kelompok sedikit emosi
karena anggotanya tidak disiplin.
“Seharusnya
sebelum berjalan tadi kita mengecek ulang perlengkapan agar tahu kalau ada yang
tertinggal” Aji menimpali.
“Sudah...,
teman-teman. Sekarang yang penting kita harus mengobati luka Nada dulu. Kalian
jaga Nada di sini, ya.” Haruku segera menengahi sebelum terjadi perdebatan.
Teman-temannya bertanya-tanya melihat Haruku yang tiba-tiba pergi begitu saja.
Tidak
memakan waktu lama, Haruku kembali dengan membawa patahan ranting serta daun
senduduk. Ia mengambil posisi di sebelah Nada dan segera melepas satu per satu
daun senduduk dari rantingnya.
“Tolong
ambilkan batu di sebelahmu itu” pinta Haruku kepada Hanina. Hanina segera
memberikannya. Haruku menumbuk kasar daun-daun itu, kemudian menaruhnya di atas
luka Nada. Setelah semuanya selesai, ketegangan mulai mereda.
“Daun
apa ini, Haru?” tanya Nada penasaran.
“Ini
namanya daun senduduk, atau ada juga yang biasa menyebutnya kera duduk. Waktu
di kebun, aku pernah diajarkan kakek kalau daun ini bisa digunakan untuk
mengobati luka ringan.” jawab Haruku.
“Wah,
keren juga kakekmu tahu manfaat tumbuhan di alam, ya. Aku juga jadi dapat
pengetahuan baru.” puji Adimas. Semua tim berterima kasih atas tindakan Haruku.
Dan, yang terakhir mengucapkan terima kasih adalah Hanina.
“Terima
kasih, Haruku. Kalau tidak ada kamu, entah bagaimana jadinya kami. Terima kasih
sudah memberikan solusi akibat kecerobohanku. Maafkan aku juga karena selama
ini bersikap tidak baik padamu. Padahal kamu selalu baik padaku. Maafkan aku
juga, ya, Nada karena tidak membawa P3K yang menjadi tanggung jawabku” ucap
Hanina tulus dan tertunduk.
“Tidak
apa-apa, Hanin. Setelah ini kita bisa berteman baik, bukan?” jawab Haruku
sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Hanina menyambut salam itu sambil
tersenyum. Adimas, Nada, dan Aji pun turut senang menyaksikan kejadian itu.
“Ayo,
sekarang kita harus kembali melanjutkan menyelesaikan perjalanan. TIM DELAPAN,
SEMANGAT!” ucap Adimas mengondisikan timnya.
“Semangat!!!”
sambut teman-teman yang lain.
Mereka
pun berhasil tiba di pos terakhir dan menyelesaikan semua tantangan dengan
baik.
***
Setibanya
di rumah, Hanina dengan semangat menceritakan semua kejadian hari ini kepada
Ibunya. Ibunya sampai tidak sempat menimpali karena Hanina bersemangat dan
tidak berhenti bicara. Termasuk bagian Haruku yang menolong menyembuhkan luka
Nada.
“Keren
banget, Bu! Hanin baru tahu kalau daun bisa jadi obat, hihi.”
Tidak lupa, Hanina juga mencertiakan
kelezatan kue gomak buatan Ibu Haruku.
“Benar
kata Ibu, Haruku ternyata anak yang baik. Kami sudah berteman, Bu. Walaupun
terlihat berbeda, tapi nyatanya tidak ada masalah. Haruku bahkan sangat asyik
dan lucu sekali lho, Bu” ucap Hanina. Ibunya tersenyum senang melihat pelajaran
baru yang didapat Hanina hari ini. Ada sedikit rasa haru juga melihat Hanina
mau menyadari, mengakui kesalahan, dan meminta maaf kepada teman-temannya.